BAB SHOLAT Takbiratul Ihkram

TAKBIRATUL IHKRAM
Seseorang mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan ‘Allahu Akbar‘ ketika memulai shalat, ini
dinamakan takbiratul ihram. Takbiratul ihram termasuk rukun shalat, shalat tidak sah tanpanya. Dalil bahwa takbiratul ihram adalah rukun shalat adalah hadits yang dikenal sebagai hadits al musi’ shalatuhu, yaitu tentang seorang sahabat yang belum paham cara shalat, hingga setelah ia shalat Nabi bersabda kepadanya:
ارجِعْ فَصَلِّ فإنك لم تُصلِّ
“Ulangi lagi, karena engkau belum shalat”
Menunjukkan shalat yang ia lakukan tidak sah sehingga tidak teranggap sudah menunaikan shalat. Kemudian Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajarkan shalat yang benar kepadanya dengan bersabda:
إذا قُمتَ إلى الصَّلاةِ فأسْبِغ الوُضُوءَ، ثم اسْتقبل القِبْلةَ فكبِّر
“Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan bertakbirlah” (HR. Bukhari 757, Muslim 397)
مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم
“Pembuka shalat adalah bersuci (wudhu), yang mengharamkan adalah takbir dan yang menghalalkan adalah salam” (HR. Abu Daud 618, dishahihkan Al Albani di Shahih Abu Daud).
Sebagaimana kita ketahui, ketika dalam keadaan shalat, kita diharamkan berbicara, makan, minum dan lain-lain hingga shalat selesai.

Mengganti ucapan takbiratul ihram, misalnya dengan الله أجلُّ /Allahu Ajall/ atau الله أعظمُ /Allahu A’zham/ atau lafadz-lafadz lain, hukumnya haram, walaupun masih berupa lafadz pujian dan pengagungan terhadap Allah. Karena lafadz takbir itu tauqifiyyah, ditetapkan oleh dalil. 
Namun para ulama berselisih pendapat jika lafadz takbir menggunakan ucapan الله الأكبرُ /Allahul Akbar. Sebagian ulama, semisal Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi’i, menganggapnya sah. Imam Syafi’i menyatakan bahwa alif lam dalam lafadz tersebut hanya tambahan tidak mengubah lafadz dan makna (Shifatu Shalatin Nabi, 58). 
Demikian juga perihal mengganti lafadz Allahu Akbar dengan bahasa selain arab adapun yang benar, semua itu menyelisihi sunnah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  . Tidak boleh mengganti lafadz takbir dengan selain الله أكبرُ. Karena hadits-hadits yang menyebutkan tentang lafadz takbir dalam shalat, disebutkan hanya ada lafadz الله أكبرُ.  Misalnya hadits:

إنَّهُ لا تتمُّ صلاةٌ لأحدٍ منَ النَّاسِ حتَّى يتوضَّأَ فيضعَ الوضوءَ مواضعَهُ ثمَّ يقولُ اللَّهُ أَكبر
“Tidak sempurna shalat seseorang sampai ia berwudhu, lalu ia membasuh air wudhu pada tempat-tempatnya, lalu ia berkata ‘Allahu Akbar’ (HR Abu Daud 857, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Dan Nabi صلّى الله عليه وسلّم bersabda:
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي 
“Dan Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat” (HR. Bukhari 631, 5615, 6008).
Adapun bagi orang non-arab yang kesulitan atau tidak bisa melafalkan takbir, sebagian ulama seperti Syafi’iyyah, Hanabilah, Abu Yusuf membolehkan pelafalan takbir dengan bahasa lain. Sebagian ulama seperti Malikiyyah dan Al Qadhi Abu Ya’la berpendapat bahwa gugur baginya kewajiban takbiratul ihram.

Mengangkat Kedua Tangan
Para ulama bersepakat bahwa disyar’iatkan mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram. Dalilnya hadits:
أنَّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلّم كان يرفعُ يديه حذوَ مَنكبيه؛ إذا افتتح الصَّلاةَ، وإذا كبَّرَ للرُّكوع، وإذا رفع رأسه من الرُّكوع
“Nabi صلّى الله عليه وسلّم biasanya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepada setelah ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya” (HR. Bukhari 735).
Namun mereka berselisih pendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama mengatakan hukumnya wajib, seperti Al Auza’i, Al Humaidi, Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim, adapun dalil mereka adalah karena hadits menunjukkan bahwa Nabi صلّى الله عليه وسلّم selalu mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram. 
Jari-jari direnggangkan, tidak terlalu terbuka dan juga tidak dirapatkan. Berdasarkan hadits Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

كان إذا قام إلى الصلاة قال هكذا – وأشار أبو عامر بيده ولم يفرج بين أصابعه ولم يضمها
“Biasanya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ jika shalat beliau begini, Abu Amir (perawi hadits) mengisyaratkan dengan gerakan tangannya, beliau tidak membuka jari-jarinya dan tidak merapatkannya” (HR. Ibnu Khuzaimah 459, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Khuzaimah).
mengangkat kedua tangan, berdalil dengan hadits :

إذا استفتح أحدُكم الصلاةَ فليرفع يديْهِ ، وليستقبل بباطنِهما القِبلةَ
“Jika salah seorang kalian memulai shalat hendaklah mengangkat kedua tangannya, lalu hadapkan kedua telapak tangannya ke arah kiblat” (HR. Al Baihaqi dalan Sunan Al Kubra 2/27, dalam Silsilah Adh Dha’ifah (2338) Al Albani berkata: “dhaif jiddan”).

Dan ada beberapa hadits yang semakna namun tidak ada yang shahih. Adapun hadits dari Wa’il bin Hujr r.a:

لأنظرن الى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فلما افتتح الصلاة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه قريبا من أذنيه
“Sungguh aku menyaksikan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat, ketika beliau memulai shalat beliau bertakbir lalu mengangkat kedua tangannya sampai aku melihat kedua jempolnya dekat dengan kedua telinganya” (HR. An Nasa-i 1101, dishahihkan Al Albani dalam Sunan An Nasa-i).
Ibnu Umar radhiallahu’anhu:

انه كان اذا كبر استحب ان يستقبل بإبهامه القبلة
“Ibnu Umar biasanya ketika bertakbir beliau menyukai menghadapkan kedua ibu jarinya ke arah kiblat” (HR. Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 4/157, dinukil dari Shifatu Shalatin Nabi, 63).

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” (QS. Al Baqarah: 144)
Juga hadits Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

البيتِ الحرامِ قبلتِكم أحياءً وأمواتًا
“Masjidil Haram adalah kiblat kalian ketika hidup maupun ketika mati” (HR. Abu Daud 2875).
Kedua tangan diangkat setinggi pundak atau setinggi ujung telinga. Berdasarkan hadits:

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلمَ إذا قام إلى الصلاةِ يرفعُ يديه حتى إذا كانتا حذوَ مِنكَبيه
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai setinggi pundaknya” (HR. Ahmad 9/28, Ahmad Syakir mengatakan: “sanad hadits ini shahih”).

Juga hadits:

كانَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا افتتحَ الصلاةَ رفع َيدَيهِ حتى تكوناَ حَذْوَ أُذُنَيهِ
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika memulai shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai setinggi kedua telinganya” (HR. Al Baihaqi 2/26).

Juga Hadits dari Malik bin Huwairits radhiallahu` anhu :

أنه رأى نبي الله صلى الله عليه وسلم . وقال : حتى يحاذي بهما فروع أذنيه
“Ia melihat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ shalat, ia berkata (tangannya diangkat) sampai setinggi pangkal telinganya” (HR. Muslim 391, Abu Daud 745).

Comments

Popular posts from this blog

Kitab Al Hikam Sesat

Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiahkan Al Fatihah kepada yang sudah meninggal

Tentang Kebenaran Ilmu Laduni