Berbagai Jenis Amal adalah karena berbagai Ahwal

Duniacahayahati.blogspot.com Situs tentang Ilmu Ma`rifatullah (Tauhid) Didalamnya banyak mengandung Ilmu Hikmah yang hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang diberikan Ilmu ini.


SYARAH ALHIKAM I



BERBAGAI-BAGAI JENIS AMAL ADALAH KARENA BERBAGAI-BAGAI AHWAL (HAL-HAL)

Ahwal adalah jamak bagi perkataan hal. Hikmat ini membawa arti hal membentuk keadaan amal. Amal adalah perbuatan atau perbuatan lahiriah dan hal adalah suasana atau perbuatan  hati.  Amal berkaitan  dengan  lahiriah  manakala  hal  berkaitan  dengan 
batiniah. Oleh karena hati menguasai sekalian anggota maka perbuatan hati yaitu hal menentukan bentuk amal yaitu perbuatan lahiriah.

Dalam pandangan tasawuf, hal diartikan sebagai pengalaman rohani dalam proses mencapai  hakikat dan  makrifat.  Hal  merupakan  zauk  atau  rasa  yang  berkaitan dengan hakikat ketuhanan yang melahirkan makrifatullah (pengenalan tentang Allah Ta`ala). Oleh itu, tanpa hal tidak ada hakikat dan tidak diperolehi makrifat. Ahli ilmu membina makrifat melalui dalil ilmiah tetapi ahli tasawuf
bermakrifat melalui pengalaman tentang hakikat.

Sebelum memperolehi pengalaman hakikat, ahli kerohanian terlebih dahulu memperolehi kasyaf yaitu terbuka keghaiban kepadanya. Ada orang mencari kasyaf yang dapat melihat makhluk ghaib separti  jin. Dalam proses mencapai hakikat ketuhanan kasyaf yang demikian tidak penting. Kasyaf yang penting adalah yang dapat mengenali tipu daya syaitan yang bersembunyi dalam berbagai-bagai bentuk dan suasana dunia ini. Kasyaf yang menerima hakikat sesuatu, walau apa jua rupa yang dihadapi,  penting  bagi  pengembara  kerohanian.  Rasulullah    sendiri sebagai ahli kasyaf yang paling unggul hanya melihat Jibrail a.s dalam rupanya yang asli dua kali saja, walaupun pada setiap kali Jibrail a.s menemui Rasulullah  dengan  rupa  yang  berbeda-beda,  Rasulullah    tetap  mengenalinya  sebagai Jibrail a.s. Kasyaf yang separti inilah yang diperlukan agar seseorang itu tidak tartipu dengan tipu daya syaitan yang menjelma dalam berbagai-bagai rupa yang hebat dan menawan sekalipun, separti rupa seorang yang kelihatan alim dan wara`.

Bila seseorang ahli kerohanian memperolehi kasyaf maka dia telah bersedia untuk menerima kedatangan hal atau zauk yaitu pengalaman kerohanian tentang hakikat ketuhanan. Hal tidak mungkin diperolehi dengan beramal dan menuntut ilmu. Sebelum  ini  pernah  dinyatakan  bahwa tidak  ada  jalan  untuk  masuk  ke  dalam gerbang  makrifat.  Seseorang  hanya  mampu  beramal dan menuntut  ilmu  untuk sampai hampir dengan pintu gerbangnya. Apabila sampai di situ seseorang hanya menanti kurniaan Allah Ta`ala  semata-mata kurniaan Allah Ta`alayang membawa makrifat kepada  hamba-hamba-Nya.  Kurniaan  Allah  Ta`ala yang  mengandungi makrifat itu dinamakan hal. Allah Ta`ala memancarkan Nur-Nya ke dalam hati hamba- Nya dan akibat dari pancaran itu hati akan mendapat sesuatu pengalaman atau terbentuk satu suasana di dalam hati. 

Misalnya, pancaran Nur Ilahi membuat hati mengalami hal bahwa Allah Maha Perkasa. Apa yang terbentuk di dalam hati itu tidak  dapat  digambarkan  tetapi  kesannya  dapat  dilihat  pada  tubuhnya  yang menggigil hingga dia jatuh pingsan. Pancaran Nur Ilahi membuat hati mengalami hal atau zauk atau merasai keperkasaan Allah Ta`ala dan pengalaman ini dinamakan hakikat, yaitu hati mengalami hakikat keperkasaan Allah Ta`ala  Pengalaman hati tersebut membuatnya berpengetahuan tentang maksud Allah Maha Perkasa. Jadi, pengalaman yang diperolehi daripada zauk hakikat melahirkan pengetahuan tentang Tuhan. Pengetahuan itu dinamakan makrifat. Orang yang berkenaan dikatakan bermakrifat  terhadap keperkasaan  Allah  Ta`ala   Oleh  itu  untuk mencapai  makrifat seseorang itu haruslah mengalami hakikat. Inilah jenis makrifat yang tartinggi. Makrifat tanpa pengalaman hati adalah makrifat secara ilmu. Makrifat secara ilmu boleh didapati dengan belajar, sementara secara zauk didapati tanpa belajar. Ahli tasawuf tidak berhenti setakat makrifat secara ilmu malah mereka mempersiapkan hati mereka agar sesuai menerima kedatangan makrifat secara zauq.

Ada orang yang memperolehi hal sekali saja dan dikuasai oleh hal dalam tempuh yang tertentu saja dan ada juga yang  berkekalan di dalam hal. Hal yang berterusan atau berkekalan dinamakan wisal yaitu penyerapan hal secara berterusan, kekal atau baqa. Orang yang mencapai wisal akan terus hidup dengan cara hal yang berkenaan. Hal-hal (ahwal) dan wisal boleh dibagikan kepada lima jenis:

1 : Abid:
Abid adalah orang yang dikuasai oleh hal atau zauk yang membuat dia merasakan secara bersangatan bahwa dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki apa-apa dan tidak mempunyai sebarang daya dan upaya untuk melakukan sesuatu. Kekuatan, keupayaan, bakat-bakat dan apa saja yang ada dengannya adalah  daya dan upaya yang daripada Allah Ta`ala  Semuanya itu adalah kurniaan-Nya semata- mata. Allah Ta`alasebagai Pemilik yang sebenar, apabila Dia memberi, maka Dia berhak mengambil kembali pada bila-bila masa yang Dia kehendaki. Seorang abid benar-benar bersandar kepada Allah Ta`ala hinggakan sekiranya dia melepaskan sandaran itu dia akan jatuh, tidak bermaya, tidak boleh bergerak, karena dia benar- benar melihat dirinya kehilangan apa yang datangnya dari Allah Ta`ala  

Hal atau suasana  yang menguasai hati abid itu akan melahirkan amal atau perbuatan sangat kuat beribadat, tidak memperdulikan dunia dan isinya, tidak mengambil bagian dalam urusan orang lain, sangat takut berjauhan dari Allah Ta`ala dan gemar bersendirian.
Dia merasakan apa saja yang selain Allah Ta`ala akan menjauhkan dirinya daripada Allah Ta`ala 

2 : Asyikin:
Asyikin ialah orang yang mendapat asyik dengan sifat Keindahan Allah Ta`ala  Rupa, bentuk, warna dan ukuran tidak menjadi soal kepadanya karena apa saja yang dilihatnya menjadi cermin yang dia melihat Keindahan serta Keelokan Allah Ta`aladi dalamnya. Amal atau perbuatan asyikin ialah gemar merenung alam maya dan memuji Keindahan Allah Ta`alapada apa yang disaksikannya. Dia boleh duduk menikmati keindahan alam beberapa jam tanpa merasa jemu. Kilauan ombak dan titikan hujan memukau pandangan hatinya. Semua yang kelihatan adalah warna Keindahan dan Keelokan Allah Ta`ala  Orang yang menjadi asyikin tidak memperdulikan lagi adab dan peraturan masyarakat. Kesadarannya bukan lagi pada alam ini. Dia mempunyai alamnya sendiri yang di dalamnya hanyalah Keindahan Allah Ta`ala 

3 : Muttakhaliq:
Muttakhaliq adalah orang yang mencapai yang Haq dan bertukar sifatnya. Hatinya dikuasai oleh suasana Qurbi Faraidh atau Qurbi Nawafil. Dalam Qurbi Faraidh, muttakhaliq merasakan dirinya adalah alat dan Allah Ta`alamenjadi Pengguna alat. Dia melihat perbuatan atau perbuatan dirinya terjadi tanpa dia merancang dan campur tangan, bahkan dia tidak mampu mengubah apa yang mau terjadi pada perbuatan dan perbuatannya. Dia menjadi orang yang berpisah daripada dirinya sendiri. Dia melihat dirinya melakukan sesuatu  perbuatan separti dia melihat orang lain yang melakukannya, yang dia tidak berdaya mengawal atau mempengaruhinya. Hal Qurbi Faraidh adalah dia melihat bahwa Allah Ta`alamelakukan apa yang Dia kehendaki. Perbuatan dia sendiri adalah gerakan Allah Ta`ala  dan diamnya juga adalah gerakan Allah Ta`ala  Orang ini tidak mempunyai kehendak sendiri, tidak ada ikhtiar dan kehendak. Apa yang mengenai dirinya, separti perkataan dan perbuatan, berlaku secara spontan. Perbuatan atau amal Qurbi Faraidh ialah bercampur-campur di antara logik dengan tidak logik, mengikut adat dengan merombak adat, perbuatan alim dengan jahil. Dalam banyak perkara penjelasan yang boleh diberikannya ialah, “Tidak tahu! Allah Ta`ala berbuat apa yang Dia kehendaki”. 

Dalam suasana Qurbi Nawafil pula muttakhaliq melihat dengan mata hatinya sifat- sifat Allah Ta`alayang menguasai bakat dan keupayaan pada sekalian anggotanya dan dia menjadi pelaku atau pengguna sifat-sifat tersebut, yaitu dia menjadi khalifah dirinya sendiri. Hal Qurbi Nawafil ialah berbuat dengan izin Allah Ta`alakarena Allah Ta`alamengurniakan kepadanya kebolehan untuk berbuat sesuatu. Contoh Qurbi Nawafil adalah perbuatan Nabi Isa a.s yang membentuk rupa burung dari tanah liat lalu menyuruh burung itu terbang dengan izin Allah Ta`ala  juga perbuatan beliau a.s menyeru orang mati supaya bangkit dari kuburnya. Nabi Isa a.s melihat sifat-sifat Allah Ta`alayang diizinkan menjadi bakat dan keupayaan beliau a.s, sebab itu beliau a.s tidak ragu-ragu untuk menggunakan bakat tersebut menjadikan burung dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah Ta`ala 

4 : Muwahhid:
Muwahhid fana dalam zat, zatnya lenyap dan Zat Mutlak yang menguasainya. Hal bagi muwahhid ialah dirinya tidak ada, yang ada hanya Allah Ta`ala  Orang ini telah putus hubungannya dengan kesadaran basyariah dan sekalian maujud. Perbuatan atau amalnya tidak lagi separti manusia biasa karena dia telah terlepas dari sifat-sifat kemanusiaan dan kemakhlukan. Misalkan dia bernama Abdullah, dan jika ditanya kepadanya di manakah Abdullah, maka dia akan menjawab Abdullah tidak ada, yang ada hanyalah Allah! Dia benar-benar telah lenyap dari ke„Abdullah-an‟ dan benar- benar dikuasai oleh ke„Allah-an‟. Ketika dia dikuasai oleh hal dia terlepas daripada beban hukum syarak. Dia mungkin melaungkan, “Akulah Allah! Maha Suci Aku! Sembahlah Aku!” Dia telah fana dari „aku‟ dirinya dan dikuasai oleh kewujudan „Aku Hakiki‟. 

Walau bagaimana pun sikap dan perbuatannya dia tetap dalam keridoan Allah Ta`ala  Apabila dia tidak dikuasai oleh hal, kesadarannya kembali dan dia menjadi ahli syariat yang taat. Perlu diketahui bahwa hal tidak boleh dibuat-buat dan orang yang dikuasai oleh hal tidak berupaya menahannya. Ahli hal karam dalam perlakuan Allah Ta`ala  Bila dia melaungkan , “Akulah Allah!” bukan bermakna dia mengaku telah menjadi Tuhan, tetapi dirinya telah fana, apa yang terucap melalui lidahnya sebenarnya adalah dari Allah Ta`ala  Allah Ta`alayang mengatakan Dia adalah Tuhan dengan menggunakan lidah muwahhid yang sedang fana itu.

Berbeda pula golongan mulhid. Si mulhid tidak dikuasai oleh hal, tidak ada zauk, tetapi berperbuatan dan bercakap separti orang yang di dalam zauk. Orang ini dikuasai oleh ilmu tentang hakikat bukan mengalami hakikat secara zauk. Si mulhid membuang syariat serta beriman berdasarkan ilmu semata-mata. Dia berpuas hati bercakap tentang iman dan tauhid tanpa beramal menurut tuntutan syariat. Orang ini bercakap sebagai Tuhan sedangkan dia di dalam kesadaran kemanusiaan, masih gelojoh dengan keinginan hawa nafsu. Orang-orang sufi bersepakat mengatakan bahwa siapa yang mengatakan, “Ana al-Haq!” sedangkan dia masih sadar tentang dirinya maka orang berkenaan adalah sesat dan kufur!

5 :  Mutahaqqiq:
Mutahaqqiq ialah orang yang setelah fana dalam zat turun kembali kepada kesadaran sifat, separti yang terjadi kepada nabi-nabi dan wali-wali demi melaksanakan amanat sebagai khalifah Allah di atas muka bumi dan kehidupan dunia yang wajib diuruskan. Dalam kesadaran zat seseorang tidak keluar  dari khalwatnya dengan Allah Ta`aladan tidak peduli tentang keruntuhan rumah tangga dan kehancuran dunia seluruhnya. Sebab itu orang yang demikian tidak boleh dijadikan pemimpin. Dia mesti turun kepada kesadaran sifat barulah dia boleh memimpin orang lain. Orang yang telah mengalami kefanaan dalam zat kemudian disadarkan dalam sifat adalah benar-benar pemimpin yang dilantik oleh Allah Ta`ala menjadi Khalifah-Nya untuk memakmurkan makhluk Allah Ta`ala dan memimpin umat manusia menuju jalan yang diridoi Allah Ta`ala  Orang inilah yang menjadi ahli makrifat yang sejati, ahli hakikat yang sejati, ahli tarekat   yang sejati dan ahli syariat yang sejati, berkumpul padanya dalam satu kesatuan yang menjadikannya Insan Rabbani. 

Insan Rabbani peringkat tartinggi ialah para nabi-nabi dan Allah Ta`alakurniakan kepada mereka maksum, sementara yang tidak menjadi nabi dilantik sebagai wali- Nya yang diberi perlindungan dan pemeliharaan. Ahwal (hal-hal) yang menguasai hati nurani berbeda-beda, dengan itu akan mencetuskan perbuatan amal yang berbeda-beda. Ahwal mesti difahami dengan sebenar-benarnya oleh orang yang memasuki latihan tarekat kerohanian, supaya dia mengetahui, dalam amal yang bagaimanakah dia mendapat kedamaian dan mencapai maksud dan tujuan, apakah dengan sembahyang, zikir atau puasa. Dia mesti berpegang sungguh-sungguh kepada amal yang dicetuskan oleh hal tadi, agar dia cepat dan selamat sampai ke puncak.


Comments

Popular posts from this blog

Kitab Al Hikam Sesat

Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiahkan Al Fatihah kepada yang sudah meninggal

Pelajaran Nahwu Shorof Bab Al Marifat & Annakiroh