Makna kedalaman Syahadat اَشْهَدُاَنْالَااِلَهَ اِلَّااللهُ

Duniacahayahati.blogspot.com Situs tentang Ilmu Ma`rifatullah (Tauhid) Didalamnya banyak mengandung Ilmu Hikmah yang hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang diberikan Ilmu ini.

Makna kedalaman Syahadat اَشْهَدُاَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ


Dapatkan buku ini di Toko Buku
Setiap Muslim tentu mengenal syahadat namun apa itu Syahadat tentu selalu dijawab dengan Kesaksian atau penyaksian dalam hal ini, maka tentu ada yang menjawab cukup di imani ? sesederhana itukah Syahadat cukup di imani ?.

Bagi Bayi yang lahir dari Ibu yang muslimah tentu akan mengikuti jejak orang tuanya yakni Syahadat keturunan atau dengan bahasa yang populer saat ini yakni disebut Islam setruman dikatakan demikian dikarenakan si anak belum memahami secara jelas karena telah dilupakan oleh Allah setelah anak itu lahir kedunia, sebagaimana sebelumnya bahwa setiap manusia bersyahadat dan ini terdapat di dalam Al Qur`an Allah Ta`ala berfirman :

وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَأَشۡہَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡ‌ۖ قَالُواْ بَلَىٰ‌ۛ شَهِدۡنَآ‌ۛ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ إِنَّا ڪُنَّا عَنۡ هَـٰذَا غَـٰفِلِينَ (١٧٢

Dan [ingatlah], ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka [seraya berfirman]: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul, kami menjadi saksi". [Kami lakukan yang demikian itu] agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami [bani Adam] adalah orang-orang yang lengah terhadap ini [keesaan Tuhan]", (172). (Qs  Al Araf 7 : 172).
Setelah lahir maka semua akan kembali kepada Hukum yang sudah ditetapkan Allah Ta`ala yakni dilupakan atas penyaksiannya sehingga Rasulullah Bersabda :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ مَوْ لُدٍ يُو لدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهَ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Semua bayi dilahirkan di atas fithroh, kemudian kedua orang tuanya mengajarkan agama Yahudi kepadanya, atau mengajarkan agama Nashrani kepadanya, atau mengajarkan agama Majusi kepadanya".[HR. Bukhâri,no. 4775 dan Muslim, no. 2658], di kuatkan dengan Hadist dari Bukhari yakni : HR. Bukhâri, no.391, Fathul Bâri, pada Syarah hadits no. 391 kemudian dikuatkan lagi dengan ucapan Ibnu Abil Izz al hanafi dalam Syarh Thahawiyah karya Ibnu Abil Izz al Hanafi hal 43-44.
Maka berlakulah Qodrat Iradat-Nya (Kuasa dan Kehendak-Nya) pada seluruh makhluk di alam semesta ini, maka dengan demikian makna syahadat adalah Penyaksian yang nyata dan nampak yang ada ini pada penyaksian mata hati bahwa hanya Allah Ta`ala yang disaksikan dengan Musyahadah yang totalitas jika tidak maka rusaklah syahadatnya itu dan sangat rusak merusakkan bahkan didustakan.



Bagaimana bermusyahadah yang totalitas ? dan apa Makna Musyahadah itu ? Musyahadah dalam istilah para pengajar Keilmuan Ma`rifatullah adalah penyaksian mata hati karena hanya mata hati yang dapat melihat dan merasakan secara nampak apa yang tak dapat dilihat dan dirasakan oleh mata, yakni seorang hamba itu dapat merasakan adanya Allah Ta`ala. Seorang muslim dapat merasakan bahwa Allah Ta`ala itu seolah-olah berada dihadapannya. 
Nampak perbuatan-Nya, nampak Kuasa-Nya, Nampak Pengaturan-Nya didepan mata hati (pada pandangan kedalaman hati) bukan pada pandangan zhohir karena Allah Ta`ala tidak dapat disaksikan namun dapat disaksikan dan dirasa oleh mata hati, jika pandangan zhohir maka ini mustahil dan tidak akan terjadi Allah Ta`ala seolah-olah di hadapan karena Allah Ta`ala bukan massa yang mengambil ruang  dan Dzat Allah Ta`ala bukan Makhluk dan Dzat Allah Ta`ala tidak menyerupai makhluk apapun (laisa kamitslihi Syaiun) dan Dzat Allah Ta`ala tidak dapat disetarakan dengan ciptaan-Nya, 
Dalam hal ini adalah seorang muslim dapat merasakan hampirnya ke Allah Ta`ala, dengan pandangan musyahadah pada kedalaman hati bahwa seolah-olah Allah Ta`ala itu berhadap-hadapan dengannya.

Adapun Visualisasinya dalam Al Qur`an adalah sebagai berikut :

ٱللَّهُ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُ لَهُ ۥۤ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ (٦٢
Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Ankabut 29 : 62).

قُلۡ إِنَّ رَبِّى يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ (٣٦
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan [bagi siapa yang dikehendaki-Nya], akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS Saba 34:36).

Tentu masih banyak lagi ayat yang berhubungan tentang ini di Al Qur`an, Setiap muslimin dan muslimah tentu mengucapkan Syahadat baik diluar sholat maupun didalam sholat, Adzan dan Iqomah dalam hal ini kenapa sering diulang-ulang bacaan syahadat itu ?

kenapa sering diulang-ulang bacaan syahadat itu ?

tentu karena banyak yang merusak dan membatalkannya disaat divisualisasikan oleh Allah Ta`ala sebagaimana Ayat diatas bahwa Allah yang melapangkan dan Allah pula yang menyempitkan adapun teknis Allah perbuat maka sekehendak-Nya.

Disaat diri ini di pecat dari pekerjaan atau upah diri ini dipotong apakah penyaksian mata hati ini kepada atasan atau kepada Allah ? jika kepada atasan maka rusaklah dan sangat rusak syahadatnya bahkan membatalkan syahadat itu jika atasan dan yang memotong upah sesuai kesepakatan yang sudah diatur dalam peraturan bersama, jika diri ini bolos maka akan dipotong gajih atau upahnya jika diri ini sering tidak masuk kerja maka akan dipecat, jika diri ini ternyata tidak terima saat pemecatan kemudian menjadi dendam, jengkel dan dongkol serta menghasut disana sini demo dst, maka batallah syahadatnya itu, oleh sebab itu diwaktu Sholat maka pembenahan kembali syahadat dan selalu diulang-ulang membaca syahadat itu.

jika semua terpandang atasan maka rusak dan merusakan hati tentunya, begitu juga diri ini berjualan sembako serba ada namun tetangga beli sembako selalu melewatinya dan membeli sembako untuk kebutuhannya nan jauh disana alias ditempat lain, maka disinilah Nampak penyaksian itu nampak Allah Ta`ala itu pada penyaksian kedalam hati. jangan memandang dengan mata Zhohir bahwa tetangga itu Allah Ta`ala maka ini sudah pemahaman yang salah kaprah, namun Allah Ta`ala memvisualisasikan ayat diatas yang mana benar tidak penyaksian diri ini atas syahadat yang dibaca itu.
Begitu juga di ayat yang lain : Allah yang menghidupkan, Allah yang mematikan , Allah yang memberi makan, Allah yang  melapangkan, Allah yang menghinakan, Allah yang memberi kekayaan, Allah yang mencukupkan, Allah yang menguji hamba-hambanya dengan kebaikan dan keburukan, kemiskinan dan kekayaan, kekurangan jiwa dan ketakutan, Allah yang menyembuhkan, Allah yang memberi taufiq dan hidayah dan masih banyak lagi, adapun jika sudah divisualisasikan maka banyak yang mendustakannya dan untuk teknis sekehendak Allah Ta`ala dalam pengeksekusiannya.
Para Dai memaksakan kepemahamannya dengan penuh amarah dan kebencian, para sakit akan memuji-muji dokter dan dukun bahkan rumah sakit dengan bermacam-macam pujian namun jika tidak sembuh atau pelayanannya jelek menurut pandangan si sakit atau keluarganya maka hujatan disana sini, yang kaya akan memuji dirinya atas usaha dan keberhasilannya dan seterus-seterusnya.

JODOH DITANGAN TUHAN : inipun penyaksian pada syahadat itu namun disaat divisualisasikan banyak yang mendustakan atas syahadat itu : disaat sudah melamar namun ditolak apakah Jengkel, dendam, hasut, hasad perang sms dan membuka Aib di FB dengan macam-macam alasan untuk dapat dukungan? Maka nampak dustanya pada ucapan itu.

Di rasa-rasa saja pada diri sendiri, apakah diri ini mendustakan syahadat itu ? 

Sebagaimana Allah Ta`ala berfirman : Aku menciptakan Manusia untuk merasakan kekejaman manusia yang lainnya begitu juga di ayat yang lain Aku menciptakan manusia untuk menjadi musuh manusia yang lainnya.

Apakah masih terpandang musuh ? maka rusaklah hati ini dan sangat rusak merusakan begitu juga pada syahadat yang dibaca itu telah didustakan.

Ali bin Abi Tholib disaat musuhnya terjatuh dan Ali siap untuk membunuhnya maka si Musuhpun meludahinya, maka Ali bin Abi Tholib tidak jadi membunuh ditanya sama sahabat kenapa wahai Ali engkau tidak membunuhnya karena jika aku membunuhnya bukan lagi Jihad karena aku sudah dalam keadaan marah.

Dalam hal ini untuk lebih lengkapnya anda dapat membacanya di Al Fuaad Fi Nurin (Kemurnian Tauhid) Cahaya Hati Nurani. Ditulis Oleh Elfiansyah Elham Spd

Kemurnian Tauhid


Bagi anda yang belum membaca tentang Al Hikam Sesat dan menyesatkan dapat membacanya disini : Al Hikam sesat dan menyesatkan 

Bagi anda yang belum membaca Tuhan maha Kecil disaat divisualisasikan dapat membacanya disini : Tuhan Maha kecil disaat divisualisasikan.

Comments

Popular posts from this blog

Kitab Al Hikam Sesat

Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiahkan Al Fatihah kepada yang sudah meninggal

Tentang Kebenaran Ilmu Laduni