Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiahkan Al Fatihah kepada yang sudah meninggal

Duniacahayahati.blogspot.com Situs tentang Ilmu Ma`rifatullah (Tauhid) Didalamnya banyak mengandung Ilmu Hikmah yang hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang diberikan Ilmu ini.
“Jika Seorang manusia sudah menyampaikan pendapatnya maka itu sudah mencukupi, dalam hal ini sudah ditunaikan apa yang seharusnya disampaikan dengan cara yang baik dan santun serta beretika. Namun Apabila melahirkan suatu permusuhan, perdebatan, dan menyerang serta menyesat-sesatkan, maka inipun tidaklah termasuk pada sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hal memberikan penjelasan, tentu bukanlah cara dakwah dengan atas nama sunnah kepada Allah dan kepada sunnah Rasulullah.

Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiahkan Al Fatihah kepada yang meninggal


Imam Ghozali mengatakan di Kitabnya : AWALLUDIN MA`RIFATULLAH (Awal Agama adalah mengenal Allah) disinilah peran yang amat sangat penting dalam menjalankan syariat sesuai Sunnah yang di ajarkan oleh Rasullullah Sholallahu Alaihi Wassalam.

Sehingga dalam menjalankan Syariat tidak mentuhankan syariat itu sendiri apalagi melakukannya dengan berlebih-lebihan sehingga terkesan Allah Ta`ala diperintah-perintah untuk menyampaikan Pahala (bahasa ini hanya dapat dipahami jika sudah mengkaji Al Hikam atau Al Fuaad Fi Nurin).

Adapun Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiahkan Al Fatihah kepada yang meninggal harus dikaji kembali dan benar-benar memahami apa yang dilakukan, sebagaimana dalam hal ini Ustadz Khalid Basalammah menjelaskan :

 

KAJIAN : Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiahkan Al Fatihah kepada yang meninggal 
Dalam kajian ini mohon disikapi dengan kedewasaan hati, kedewasaan berpikir dan kedewasaan dalam mendengar dan membaca segala permasalahan yang dihadapi pada diri masing-masing.

Di Indonesia dalam hal kirim pahala baca Al Qur`an, Sholat Hadiah, atau Suroh-Suroh tertentu baik itu Yasiin maupun Al Fatihah sudah merupakan yang tak terpisahkan dari kebiasaan masyarakat bahkan sudah menjadi darah daging sehingga dalam menerima sesuatu yang asing pada pandangannya maka akan dapat menimbukan suatu perdebatan yang sangat panjang dan sangat berpotensi terjadi perkelahian kedua kelompok  yang malah semakin jauh dari sunnah Rasulullah itu sendiri.

Sering Kita mendengar bacaan Al Fatihah (pahala yang membacanya) di hadiahkan atau di kirimkan kepada para Wali-Wali, namun ada kejanggalan disini dikarenakan Wali-Wali yang dikhususkan adalah Wali yang dikenal dengan nama Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani yang mana Beliau adalah seorang Pengajar Ilmu Fiqh, namun disisi lain bagi yang menghadiahkan pahala tersebut adalah bermazhab Imam Asy Syafi`i, namun untuk pengkhususan pengiriman pahalanya kepada Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani, oleh sebab itu ada kejanggalan disini, maka dapat kita simpulkan bahwa sudah terjadi Penggabungan kepemahaman yang dijadikan satu kesatuan yang disebut : TALFIQ

Dapat dikatakan demikian dikarenakan Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani sebagai Guru Fiqh namun juga dikenal sebagai Guru para sufi dan Keilmuan Tasawuf yang mana meliputi pula Thoriqot didalamnya, sehingga para yang mengaku bermadzab Asy Syafi`i  melakukan juga Thoriqot para Sufi yang mana menjadi satu kesatuan padahal Imam Asy Syafi`i tidak pernah menyatakan dalam hal mengirim Pahala Al Fatihah kepada orang yang meninggal (Silahkan di rujuk Kitab-Kitab Imam Asy Syafi`i).


Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani sebagai Guru Fiqh dan sekaligus Tokoh Keilmuan Fiqh yang bermazhab kepada Imam Hanbali namun sekaligus juga beliau sebagai Tokoh Thoriqot.

Kemudian kenapa sangat di agung-agungkan beliau dalam hal ini apalagi pengkhususan dalam pengiriman pahala Al Fatihah Untuk Beliau daripada Imam Mazhabnya sendiri yaitu : Imam As Syafi`i? maksudnya kenapa pahalanya itu tidak dikhususkan atau dihadiahkan kepada Imam As Syafi`i ?

Beberapa peran dalam hal pengkhususan itu

Terbitnya Kitab Siyar A'lam An-Nubala 


Kitab Siyar A'lam An-Nubala ditulis oleh Adz Dzahabi, yang mana beliau menulis tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani dengan penuh rekayasa dan berlebih-lebihan yang mana kisah Beliau hidupnya banyak disalah artikan atau di plesetkan. sehingga melahirkan riwayat perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani yang diluar adat kebiasaan manusia pada umumnya sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau  sakti mandraguna dan mengetahui hal-hal yang ghaib. 

Terbitnya Manaqib Abdul Qadir Jaelani

Al-Muqri' Abul Hasan Asy-Syathnufi menyatukan cerita-cerita dan keutamaan Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani dalam tiga jilid kitab. Adapun Judul asli Kitab ini : Bahjatu Al-Asraar wa Ma’dinu Al-Anwar fi Ba’di Manaqib Al-Quthb Ar-Rabbani Abdul Qadir Jaelani.


Maka lahirlah sosok Abdul Qadir Al-Jaelani sebagai tokoh besar dalam dunia Thoriqat dan dunia sufi Sosoknya tidak lagi dikenal sebagai ulama fiqih, namun dikenal sebagai seorang Wali bahkan Pimpinan Wali.

Maka hadirnya Kitab-Kitab tersebut menjadikan Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani menjadi sosok yang di Khususkan daripada yang lainnya, dapat kita dengarkan jika seseorang memimpin acara Tahlilan atau acara tertentu.

Maka sudah sangat jelas Bahwa kenapa terjadi pengkhususan pahala Al Fatihah Kepada Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani, dan yang perlu di garis bawahi adalah Imam  Asy Syafi`i tidak pernah mengiyakan dalam hal ini (silahkan rujuk Kitab imam Asy  Syafi`i)

Dalam hal terbitnya Kitab-Kitab diatas beberapa kelompok ada yang mencelanya pada isi kitab itu, banyak pula yang bersikap Objektif dan mendukung.

Dalam Hal ini yakni : Hukum Mengirim Al Fatihah atau menghadiakan Al Fatihah kepada yang meninggal 


Imam Ibnu Katsir memberikan penjelasan bahwa ; Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya menyatakan pahala membaca Al Quran tidak akan sampai sebagaimana dosa seseorang tidaklah dipikul oleh orang lain. Tidak ada anjuran dan perintah, dan tidak ada nash dari Rasulullah, tidak ada riwayat dari sahabat yang melakukannya. Seandainya baik, pasti mereka orang pertama yang akan melaksanakannya.. Tidaklah diperbolehkan qiyas dalam perkara ibadah ritual. Doa dan bersedekah atas nama mayit adalah boleh menurut ijma’, karena memiliki dasar dalam syariat. 

Adapun Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya menolak keyakinan bahwa sampainya pahala bacaan Al Quran kepada orang yang sudah meninggal.

Imam Asy Syaukani menyatakan keterangan sebagai berikut: 

والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن 
“Yang masyhur dari madzhab Asy Syafi’i dan jamaah para sahabat-sahabatnya adalah bahwa pahala membaca Al Quran tidaklah sampai ke mayit.” 

Asy Syaukani juga mengutip perkataan Imam Ibnu Nahwi, seorang ulama madzhab Asy Syafi’i, dalam kitab Syarhul Minhaj, sebagai berikut: 

لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور 

“Termasyhur menurut madzhab kami, pahala bacaan Al Quran tidaklah sampai ke mayit.” (Nailul Authar, 4/142. Maktabah Ad da’wah Al Islamiyah)

Temuan suatu kejanggalan :

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah yang mana tertulis dalam Majmu’ Fatawanya:

Beliau ditanya tentang membaca Al Quran yang dilakukan keluarga; apakah sampai kepada mayit? Begitu juga tasbih, tahmid, takbir, jika dihadiahkan olehnya untuk mayit , sampaikah pahalanya kepadanya atau tidak?
Beliau menjawab: “Pahala bacaan Al Quran keluarganya itu sampai kepada mayit, dan tasbih mereka, takbir, serta semua bentuk dzikir mereka kepada Allah Ta’ala jika dia hadiahkan kepada mayit, maka sampai kepadanya. Wallahu A’lam”
Beliau ditanya: menurut madzhab Syafi’I apakah pahala membaca Al Quran akan sampai kepada mayit dari anak atau tidak?
Beliau menjawab: “Ada pun sampainya pahala ibadah-ibadah badaniyah seperti membaca Al Quran, shalat, dan puasa, maka madzhab Ahmad, Abu Hanifah, segolongan sahabat Malik, Syafi’i menyatakan bahwa hal itu sampai pahalanya. Sedangkan pendapat kebanyakan sahabat Malik, Asy Syafi’i, mengatakan hal itu tidak sampai.” Wallahu A’lam, (Majmu' Fatawa, 34/324. Darul Maktabah Al Hayah)
Disini Imam Ibnu Taimiyah mengatakan sebaliknya dari pendapatnya diatas (mohon dirujuk kembali agar tidak terkesan memfitnah beliau);
Tidak menjadi kebiasaan salaf, apabila mereka shalat sunnat atau puasa sunnat atau haji sunnat atau mereka membaca Qur’an lalu mereka menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang telah mati dari kaum muslimin. Maka tidaklah boleh berpaling (menyalahi) perjalanan salaf. Karena sesungguhnya kaum salaf itu lebih utama dan lebih sempurna” [Dari Kitab Al-Ikhtiyaaraat Ilmiyyah]
Imam An Nawawi Rahimahullah yang mana Beliau berkata dalam Raudhatuth Thalibin:

وإن قرأ ثم جعل ما حصل من الأجر له (للميت)، فهذا دعاء بحصول ذلك الأجر للميت فينفع الميت.

Jika membaca Al Quran kemudian menjadikan pahala yang diperolehnya untuk mayit, maka berdoa agar pahala yang dihasilkan membaca Al Quran itu untuk mayit akan bermanfaat buat mayit. (Raudhatuth Thalibin, 5/191)

Dalam hal ini silahkan merujuk kitab-kitab ataupun fatwa-fatwa yang menyangkut artikel diatas dan kedewasaannya dalam menyikapi hal ini, Penulis dalam hal ini adalah berusaha seobjektif mungkin agar bagi yang ingin mengetahui permasalahan yang sering terjadi saat-saat ini dapat diketahui dengan jelas sehingga generasi dibawah penulis akan berpikir secara terang dan dapat menyikapi pilihannya yang mantap.

Baca Juga Bid`ah dan Khilafiyah akan terus didebatkan hingga akhir zaman silahkan baca disini :http://duniacahayahati.blogspot.co.id/2015/09/bidah-dan-khilafiyah-yang-akan-selalu.html

Jasa pembuata segala macam aplikasi Perkebunan-Hutan Tanaman Industri-HPH dan Pertambangan

  Anda Butuh aplikasi administrasi lengkap yang saling terintegrasi silahkan kunjungi disini : X-flash Increms
 
Silahkan juga membaca cara membuat aplikasi dengan bahasa pemrograman Php, Javascript (ajax), Javasript(js) :

Comments

Popular posts from this blog

Kitab Al Hikam Sesat

Pelajaran Nahwu Shorof Bab Al Marifat & Annakiroh